13 Januari, 2008


Bocah Dibawah Umur Jadi Korban

Trafficking PJTKI Ilegal

Jember-Nasib TKI di Kabupaten Jember – Jawa Timur tidak semakin baik, apalagi bagi TKI yang dikirim lewat jalur illegal dan perekrutannya dilakukan oleh tekong-tekong yang banyak berkeliaran di Jember. Seperti yang dialami oleh Yeyen Ayu Wandira, warga dusun Renes Desa Wirowongso kecamatan Ajung. Keberangkatan Yeyen dilakukan oleh PJTKI yang tidak memiliki ijin operasional di Jember. Untuk berangkat ke Malaysia, Yeyen yang juga masih berusia dibawah umur itu berangkat atas bujuk rayu Tekong.

Dari pengakuan orang tua Korban, Misnawar, keberangkatan Yeyen ke Malaysia tanpa seijin keluarga, apalagi Yeyen usianya belum ada 17 tahun. Keberangkatan Yeyen menurut Misnawar atas bujuk rayu tekong, bahkan sudah dua kali pihaknya dibujuk rayu oleh salah seorang anggota sindikat tekong agar anaknya bisa dipekerjakan sebagai TKI di Malaysia. “Tepatnya tanggal 5 Juli 2007 lalu, tiba-tiba anak saya meninggalkan rumah tanpa seijin keluarga,” ujarnya pada X-pose.

Setelah hampir lima bulan di cari oleh pihak keluarga, pada tanggal 5 Agustus lalu, menurut keterangan Misnawar, pihaknya mendapat telepon dari kerabatnya di Malaysia. Lewat komunikasi dengan kerabatnya tersebut, diperoleh info jika Yeyen berada di Malaysia dalam keadaan terlantar dan sakit. Mendengar hal itu, tentu saja pihak keluarga menjadi shock, karena sebelumnya Yeyen pernah berkirim surat kepada Misnawar dan mengatakan jika ada di Bali dan bekerja disana.

Usut punya usut, Yeyen berkirim surat itu disuruh oleh salah seorang tekong untuk menghilangkan jejak. Pihak keluarga Yeyen juga merasa terkejut, bagaimana mungkin anaknya bisa berangkat ke Malaysia. “Padahal sepengetahuan saya, untuk berangkat bekerja ke Malaysia, Yeyen belum cukup umur dan seharusnya ada surat-surat resmi yang harus diurus, diantaranya ijin dari orang tua,” ujar Suprapto Kakek Yeyen.

Pihak keluarga Yeyen saat ditemui Wartawan Tabloid X-pose ini mengaku kesulitan untuk memulangkan Yeyen, karena berdasarkan informasi dari kerabatnya di Malaysia, untuk memulangkan Yeyen dibutuhkan uang sekitar Rp. 5 Juta. “Saat ini kita sudah melaporkan ke pihak Disnakertrans Jember, dan minta agar perusahaan yang mengirimkan Yeyen untuk membiayai kepulangan Yeyen dari Malaysia,” imbuh Suprapto.

Berdasarkan pengakuan Yeyen via telepon, Suprapto menjelaskan jika cucunya itu sempat diinapkan tiga hari dirumah Iir di Jl. Kaca Piring Gebang, kemudian diberangkatkan ke Jakarta, dan ditampung disana selama tiga bulan. Suprapto juga sempat menanyakan surat-surat yang diperoleh Yeyen untuk mengurus Pasport ke Malaysia diperoleh darimana.

Dalam pengakuannya, Yeyen mengatakan, untuk pengurusan dokumen keberangkatan ke Malaysia diuruskan oleh beberapa orang yang ditenggarai sebagai jaringan sindikat tekong di Jember, diantaranya Murhadi asal dusun Renes desa Wirowongso kecamatan Ajung, Hasan asal dusun Penanggungan desa Wirowongso kecamatan Ajung, Ninik asal Desa Wonojati Jenggawah, Endang asal Jenggawah dan Iir asal Jalan Kaca Piring Gebang – Kecamatan Kaliwates.

Dari pengakuan Yeyen itu pula, Suprapto memperoleh informasi jika Yeyen diberangkatkan dari Jakarta lewat hutan, jadi tidak seperti umumnya TKI legal yang diberangkatkan dengan menggunakan pesawat terbang. Sementara saat di Malaysia Yeyen mengaku jika diperlakukan dengan tidak baik sehingga melarikan diri tanpa membawa dokumen karena dokumennya ditahan oleh majikan.

Selepas dari Majikan, Yeyen harus sembunyi dari kejaran petugas kepolisian Malaysia, dalam pelariannya, Yeyen juga sempat tiga kali dilempar kesana-sini untuk bekerja di tempat-tempat berbeda selama satu bulan lebih. “Di Malaysia saat lari dari Majikan memang ada yang nolong, namun justru diperjual belikan, terakhir diperkerjakan di Salon sebagai tukang pijat,” imbuh Suprapto yang paling banyak berkomunikasi dengan Yeyen via telepon.

Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) sendiri membenarkan jika ada laporan dari pihak keluarga Yeyen Ayu Wandira. Menurut Kepala Bidang Pelatihan Produktivitas dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Jember, Moch. Hasyim, saat ini laporan itu sedang ditindaklanjuti oleh Kadisnakertrans. “Kita punya Satgas yang terdiri dari anggota kepolisian, yang jelas masalah ini tetap bakal dilanjutkan karena ada unsur trafikcing, yaitu memanfaatkan anak dibawah umur untuk dipekerjakan sebagai TKI,” ujarnya.

Apalagi saat saat berangkat, disinyalir sebagian TKI memalsukan identitas untuk membuat dokumen atau sebut saja dokumen aspal, karena pada dasarnya dokumen itu asli, hanya identitas pemegang dokumen dipalsukan. Indikasi pemalsuan identitas ini jelas-jelas tak jarang mendapat sokongan dari tekong, seorang TKI di Jember bisa berangkat dari mana saja dengan kartu identitas daerah keberangkatan.

Celakanya, saat sudah sampai di negara tujuan, dokumen tersebut tidak dipegang oleh TKI bersangkutan, namun dipegang oleh agensi atau juragan tempatnya bekerja. Akibatnya, saat TKI ini melarikan diri karena tidak betah atau menerima perlakuan kasar, mereka tidak membawa serta dokumen yang diperlukan. “Kondisi itu menyebabkan TKI yang documented menjadi undocumented, mereka akhirnya menjadi sasaran razia karena dianggap ilegal dan dideportasi," kata

Hasyim juga menjelaskan, saat ini Disnakertrans Jember telah memiliki satuan tugas (Satgas) tingkat kecamatan, untuk mengantisipasi keberangkatan TKI ilegal. Satgas itu terdiri atas dua orang, yang berasal dari kecamatan dan kepolisian sektor masing-masing. Satgas ini bisa berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan bekerjasama dengan masyarakat untuk menangkap tekong ilegal. "Minimal satgas ini menjadi filter, saya sendiri menyadari rentang kendali Disnakertrans untuk mengawasi TKI ilegal sangat terbatas," kilahnya.

Hasyim juga mensinyalir jika salah seorang penyalur TKI yang mengirimkan Yeyen yang dikenal dengan nama Endang, selama ini selalu memproses keberangkatan TKI tanpa ada kejelasan PJTKI yang menaunginya. “Endang sendiri saat ini telah menjadi Target Operasi (TO) Satgas Kami, sayangnya pihak satgas kesulitan untuk melakukan tindakan kepada Endang karena tempatnya selalu berpindah-pindah, itu cukup menyulitkan,” kilahnya.

Seperti yang pernah diberitakan di media ini sebelumnya, saat dihubungi via Telepon, Endang terkesan, menutup-nutupi PJTKI yang menaunginya, bahkan dirinya mengaku hanya biro jasa untuk mengurusi pasport saja. “Saya tidak pernah mengirimkan TKI hanya mengurusi pasport para TKI itu,” ujarnya. Namun kenyataannya di lapangan, Endang justru turut mencari, bahkan menampung TKI seakan-akan sebagai UP3CTKI dari sebuah PJTKI.

Wartawan media ini juga menemukan data-data adanya TKI yang mengaku direkrut oleh Endang di beberapa tempat, seperti di Desa Cangkring Kecamatan Jenggawah, Di kelurahan Kepatihan Kecamatan Kaliwates, Desa Mangaran Kecamatan Ajung dan beberapa tempat lainnya yang mengaku difasilitasi oleh Endang untuk menjadi TKI di Malaysia.

Saat kasus ini mulai menyeruak, Endang mengaku tidak terlibat langsung terkait keberangkatan Yeyen Ayu Wandira. “Pihak perusahaan tahunya surat-surat dari bawah beres dan lengkap, bila ada masalah di bawah perusahaan tidak terkait,” ujarnya. Selain itu, dirinya juga menampik jika turut memberangkatkan.

Sementara itu saat Wartawan X-pose ini melakukan investigasi dilapangan untuk mencari Ninik ternyata, sudah tidak ada di dirumahnya. Terkesan Ninik menjadi kambing hitam dalam permasalahan sindikat tenaga kerja ilegal itu dan sengaja “disingkirkan” untuk menghindari kejaran dari satgas. Sementara itu Wartawan X-pose hanya berhasil menemui pihak keluarga Ninik. Dari pengakuan salah seorang keluarga Ninik, justru Endanglah yang membiayai dan memberangkatkan Yeyen, bahkan pihak Ninik dimintai uang untuk (Urunan) sebesar Rp. 3,5 juta untuk memulangkan Yeyen dari Malaysia.

Saat berita ini diturunkan Wartawan X-pose memperoleh informasi terbaru jika pihak Endang telah menutup (disuap) keluarga Yeyen sebesar Rp. 5 juta, sebagai biaya untuk memulangkan Yeyen dari Malaysia, lewat salah seorang kepercayaannya. Endang meminta keluarga Yeyen untuk tidak mempermasalahkan hal ini ke jalur Hukum. Dari info yang diterima Wartawan X-pose dijelaskan pula jika telah terjadi kesepakatan antar Endang dengan pihak keluarga Yeyen diatas materai.

Sementara itu, menurut Salah seorang direktur LSM Picket Nol, Sullam Ridwan, hampir di setiap kecamatan di Jember mengirimkan buruh migran ke luar negeri. Kecamatan terbanyak yang mengirimkan buruh migran adalah Kencong, Ambulu, Tempurejo, Sumberjambe, Ledokombo, Jelbuk, Mayang, Silo, Tanggul, Bangsalsari, Sumberbaru, Gumukmas, Umbulsari dan Jombang. Kecamatan-kecamatan tersebut menjadi kantong pengiriman buruh migran, karena keleluasan dan preferensi dari para calo, sponsor, maupun petugas lapangan.

“Para tekong ini memberikan informasi 'menggiurkan' kepada warga desa, jika taraf hidup akan lebih baik bila bekerja ke luar negeri. Iming-iming gaji besar, potongan kecil dan pengurusan dokumen yang tak berbelit-belit menyebabkan warga awam gampang tertarik untuk berangkat ke luar negeri melalui jalur ilegal,” jelasnya.

Menyikapi kasus yang terjadi terhadap Yeyen Ayu Wandira, pihaknya memandang hal itu telah menyalahi aturan ketenaga kerjaan terkait batas usia minimal untuk mempekerjakan seorang tenaga kerja. Selain itu dalam proses rekruitmennya telah menyalahi aturan batasan usia bagi TKI yang diberangkatkan ke luar negeri. “Lebih parah lagi, masalah ini telah masuk dalam ranah trafficking, yang merupakan sebuah tindak pidana khusus yang harus ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian tanpa harus menunggu adanya delik aduan,” tegasnya.

Dalam kasus Yeyen Ayu Wandira, pihaknya merunut undang-undang No 21/2007 tentang trafficking, didalamnya jelas-jelas menyatakan adanya unsur eksploitasi terhadap anak dan pihak yang melakukan trafficking, dalam hal ini tekong TKI, telah mengambil keuntungan terhadap pengiriman anak itu sebagai TKI.

Unsur pidana lain yang memberatkan dalam kasus ini menurut Sullam adalah adanya indikasi dipalsukannya identitas Yeyen, karena jelas-jelas untuk mengurus pasport dibutuhkan KTP, sedangkan dalam kasus Yeyen, tidak mungkin dirinya memiliki KTP karena masih di bawah umur. “Rentetanya cukup panjang, bila ditelusuri dari bawah, bisa saja terbentuk jaringan yang cukup rapi, mulai dari tingkat RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, unsur dinas yang membawahi masalah pembuatan KTP, bahkan ditingkat Kantor keimigrasian,” tandasnya.

Lalu bagaimana dengan Disnaker….? Pihaknya mengharapkan agar Disnakertrans lebih ketat lagi dalam mengawasi keberadaan PJTKI maupun UP3CTKI. Karena dalam perekrutan TKI tanpa ada perwakilan di daerah merupakan sebuah pelanggaran pidana. “Disnakertrans sebagai lembaga yang mengeluarkan ijin jangan hanya berfungsi sebagai legalisasi saja, namun juga melakukan fungsi pengawasan,” tegasnya.

Demikian pula keberadaan satgas di tingkat Kecamatan, harus lebih intens dalam melakukan tupoksinya. Sullam menilai, sejauh ini pihaknya belum menemukan adanya tindak lanjut dari satgas dari segi hukum. “Bila ada masalah TKI, hanya berhenti disitu-situ saja, unsur hukumnya tidak berlanjut, itulah yang menyebabkan sindikat tekong TKI tumbuh subur di Jember,” pungkasnya. (VIRGO)

Tidak ada komentar:

Arsip Berita Klik disini

PROFIL X-POSE

Foto saya
Situbondo Jawa Timur, Email: xpose_news@yahoo.com, Indonesia
PENDIRI: PEMIMPIN REDAKSI / UMUM: ARI SYAMSUL ARIFIN. REDAKTUR PELAKSANA ONLINE: DIDIK BINTARA H. REPORTER: ANIES SEPTIVIRAWAN + CREW X-POSE