05 Januari, 2008

Opini

Tradisi Kekerasan di Menara Intelektual

Oleh: Mujiarto Spd

Perbincangan mengenai sistem pendidikan pada era modern ini sungguh sangat menarik. Hasilnya selalu tidak dapat disimpulkan, manakah sistem pendidikan yang terbaik yang harus digunakan oleh sebuah negara atau sebuah lembaga pendidikan. Para pemikir barat menilai bahwa pendidikan yang memberikan kebebasan peserta didik untuk menentukan jalannya menjadi sebuah sistem yang baik untuk membuka kreatifitas dan inovasi dalam menghasilkan karaya cipta yang luar biasa. Sedangkan para ahli pendidikan timur menilai bahwa nilai-nilai moralitas dan spiritualitas menjadi sangat penting dalam pendidikan untuk membingkai kretifitas dan inovasi peserta didik dalam berhadapan dengan alam dan manusia. Di sisi lainnya bahwa pendidikan berbasis kedisiplinan dan kekerasan sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena kedisiplinan dinilai akan meningkatkan etos kerja. Sistem yang baik adalah sistem yang bisa mengintegrasikan semua nilai-nilai yang diharapkan (output) dari sebuah sistem pendidikan.

Tipe kepemimpinan soerang pemimpin negara akan berpengaruh langsung kepada sendi-sendi kehidupan bernegara termasuk pada sendi kehidupan pendidikan. Kepemimpinan otoriter –penganut azas otoritarianisme- akan membawa dampak kepada kehidupan masyarakat yang lebih refresif. Di Indonesia kondisi ini terjadi saat-saat masa orde baru, semasa Presiden Soeharto memimpin selama 32 tahun. Suasana refresif ditampilkan oleh rezim ini hampir ke semua lapisan penjuru tanah air. Di bidang pendidikan tinggi yakni perguruan tinggi, kebijakan refresif yang ditampilkan oleh rezim ini yaitu dengan menerapkan sistem NKK/BKK. Kaum intelektual (mahasiswa) tidak diberikan kebebasan untuk melakukan aktifitas khususnya aktifitas yang bersifat politis. Hal ini dilakukan agar pemerintahan rezim pada waktu itu selamat dari kritikan kaum-kaum intelektual. berbagai gejolak di tengah-tengah kaum intelektual (baca : mahasiswa) pun anak terjadi di berbagai tempat.

Pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh seorang Jenderal (militer) telah memberikan dampak pada proses pendidikan. Beberapa perguruan tinggi akhirnya larut dalam arus militeristik dengan menerapkan sistem pendidikan militer –walaupun kenyataannya lebih mengarah kepada premanisme- dalam proses pengkaderan para calon pemimpin bangsa. Di beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ada di Indonesia, ditemukan beberapa kasus yang menampilkan pendidikan ala militeristik khususnya pada masa perkenalan mahasiswa baru. Peristiwa-peristiwa premanisme berkedok pendidikan kedisiplinan ini sudah ada zaman orde baru. Sudah menjadi hal yang biasa bila adik-adik angkatan yang baru masuk diberikan pemandangan yang ekstrim oleh kakak-kakak angkatannya saat mereka masuk ke perguruan tinggi.

Seiring berjalannya waktu, proses pendidikan militeristik ang berkedok pendidikan kedisiplinan akhirnya mulai tidak populer di kalangan masyarakat. Kondisi ini dimulai setelah proses reformasi yang dibawa oleh kaum-kaum intelektual pada tahun 1998 berhasil menjatuhkan rezim otoriter orde baru. Saat ini pendidikan kedisiplinan ang mengarah kepada premanisme memang sudah sangat berkurang dengan banyaknya alternatif sistem pendidikan kedisiplinan modern yang tidak menggunakan praktik-praktik kekerasan dalam pendidikannya, akan tetapi kita juga masih bisa melihat kasus tersebut terjadi di beberapa fakultas di beberapa perguruan tinggi.

Perguruan tinggi sebagai Menara Intelektual memang seharusnya bisa menjadi pencetak kader-kader bangsa yang handal di berbagai bidang. Pendidikan mental memang sangat diperlukan dalam proses pendidikan kepribadian seseorang. Akan tetapi, proses pendidikan mental saat ini sudah tidak lagi menggunakan sistem kemiliteran dan lebih mengarah kepada pendidikan mental berbasis spiritualisme. Aksi kekerasan yang terjadi memang sebuah kesalahan dan kelalaian sebuah perguruan tinggi. Kesalahan ini menjadi sebuah barometer apakah perguruan tinggi tersebut merupakan perguruan tinggi bisa mencetak pemimpin bangsa dengan integritas moral yang baik atau hanya bisa mencetak preman-preman birokrasi yang menggerogoti pemerintahan.

Tidak ada komentar:

Arsip Berita Klik disini

PROFIL X-POSE

Foto saya
Situbondo Jawa Timur, Email: xpose_news@yahoo.com, Indonesia
PENDIRI: PEMIMPIN REDAKSI / UMUM: ARI SYAMSUL ARIFIN. REDAKTUR PELAKSANA ONLINE: DIDIK BINTARA H. REPORTER: ANIES SEPTIVIRAWAN + CREW X-POSE